blog ini merupakan karya sastra yang berisikan kritik sastra, cerpen dan puisi

Friday, April 10, 2020

LUKA YANG TERSESAT

Lalu hujan ini, hujan yang sama kemarin dulu ketika ia meratah basah tubuh kita yang rindu,  menyulam lagu  di dalam hati hingga kita beku kemudian tunduk pada sepi yang mengusap air mata di pipi.

Terlalu sinonim, sajak dari hujan dan angin yang merembeskan gerimis di pelataran, sementara sekaki payung terpelanting, menunggu hening yang masih jeda di pertemuan waktu, antara kenangan dan rintik-rintik di jendelaku.

Deru ini seperti alunan harmonika, kadang-kadang berubah menjadi not-not yang jauh untukku dengar, suara langit yang dibawa jatuh ke tanah, mengadu tentang perjalananmu ke rumah, masih di mana entah,  bimbang tentang mawar di dalam vas tak lagi merah.

Padahal aku sudah pasrah, ingin kujerit pada langit, "sudahlah!"

Namun air mataku menghambur, suaraku terasa hancur, kalimat-kalimat hilang harakat, aku tak dapat menyatukan vokal dan konsonan di dalam sekeping surat, bahkan alamat.

Luka ini tersesat.
Hening itu tiba, setitik dua hujan tak lagi bersuara, tiba-tiba begitu romantis berceceran di cermin kaca, seperti membujuk ku untuk melihat di luar sana, menjahit mataku dengan mesra, jalan yang lengang dan bayang-bayangmu yang pulang, aku mengejar pintu yang makin pergi, ingin menanti tapi hati sudah memilih mati.

0 comments:

Post a Comment