blog ini merupakan karya sastra yang berisikan kritik sastra, cerpen dan puisi

Wednesday, November 27, 2019

NOVEMBER YANG HUJAN


Pagi adalah perihal dingin rindu yang belum bisa aku selesaikan dalam selimut kenangan.

Langit belum hitam, namun bercak-bercak sedih memadam matahari tanpa terang. Awan terkulai di semenanjung, lembap mengayun bunga-bunga musim yang tercecer dari kantung.

Aku mengutip semula waktu yang jatuh dari dua bola matamu, menyinggahiku di seperempat musim itu, ketika bulu-bulu dan pelepah burung baru tumbuh, hujan melahirkan bayi-bayi mimpi di tanah kering, dibajak kemarau yang beradu dengan angin.

Singgahi aku!
Rindu menjerit di mulut luka yang masih nganga. Bercampur rintih hujan di jendela, cerita sepi tak pernah jeda, suara-suara diam menaruh raung dalam saku puisi yang tergantung di dalam almari kita.

Di sana, hatiku masih mengulang jalan yang sama, seperti merpati-merpati yang pergi dan kembali, membaca pesan dari hujan dan matahari, hingga musim berganti, November mati, pun aku dan rindu tak pernah lagi saling memiliki.
Read More

Monday, November 25, 2019

AKU DI SUATU SENJA


Perlahan langit menggurat mega, meski rindu pada matahari belum habis, meski angin berbisik tentang sedihnya perpisahan; senja sudah sampai di pekarangan, menjamah sepi di mata kenangan.

Hujan rebah di dalam ilalang, bunga-bunga pesan tertunduk tanpa ucapan. Kesepian teramat panjang, tak pernah selesai dalam kisah kita, terbungkus rapi bersama asmara yang kutaruh di sudut hati, menemani luka yang masih bermimpi.

Entah kan kau tau, perihal aku yang selalu jatuh di jurang rindu. Tak pernah membuat aku mati, hanya membuat luka berkali-kali, luka baru di atas luka lama, lagi, lagi dan lagi.

Tak pernah ada percakapan tentang pedih ini, tak pernah ada pertanyaan tentang aku, kau datang dan kau pergi, kadang kau seperti ombak, kadang seperti hujan, tapi aku tetaplah pasir yang belum pernah kau jejaki.

Salahkah, seandainya kini hampa merongga dada, nyali ingin berhenti di tengah-tengah titik ini. Salahkah jika aku hilang di dalam sepi,  kembali kepada nona ku yang bernama sunyi ....
Read More

Wednesday, November 20, 2019

MUSIM YANG ENTAH

Bukankah langit membawa musim baru untuk rindu?

Matahari yang kembang dan hujan menyusuri pipimu yang suram, menumbuhkan ladang-ladang mimpi di ranting hijau yang sempat mencintai bunga kenangan. Dedaunan membuka dada di setiap nafas angin, lalu menitipkan November biru di tanah saat ia melayang jatuh, kering bersama air mata yang rapuh.

Aku mencintai dua belas musim di sepasang matamu, kemarau sahara yang menguning dan lembap gerimis yang manis di ujung netra, membawaku mengembara dari rumah ke rumah, menemukanmu di satu kamar musim yang pernah. Ya, pernah ada kita mencairkan warna lampu untuk gelap itu.

Musim yang kian meng-entah, masih aku rindukan percakapan senja yang bungkam di bibirmu, kau yang diam saat waktu mengucapkan selamat jalan untuk kita yang mulai terasing, kau yang senyap saat mimpi meluruhkan sayap hingga kita tak mampu terbang dan langit itu kembali kosong, tak pernah lagi kita lukis dengan pelangi, meski hujan telah pergi.

"Aku yang tertinggal bersama cinta di sini."
Read More

SELAMAT MALAM KEKASIHKU

berikan waktu
kuucapkan selamat malam padamu
meski tubuh pagi mulai menindih
embun di jendela merintih

kita jauh
lewat tulisan dirimu kusentuh
kenangan dan rindu bersetubuh
aku membaca lenguh
dalam bisikan tinta
di kertas lusuh

kueja gelap
selorong sepi yang pengap
malam begitu nakal
tanpa mengetuk
ke kamarku ia
lekas masuk

di ruang itu
kita bertemu;
sebuah bayang dan sekeping
dinding bisu
tapi sayang
kita terlalu sibuk merindu
dan lupa bercumbu

Aku pulang, "Selamat malam kekasihku."
Read More

MENCARIMU KEKASIH


Seruang waktu
debu-debu singgahi sepi
bertanya kabar rindu
dan tentang dedaunan yang luruh
di jalan yang dulu

pesan dan kenangan
juga sepotong gambar wajahmu
terbang dibawa angin
tak sempat kugenggam
carik dalam perjalanan

meski telah jauh
dan mimpi merapuh
bagai bilah-bilah hujan
yang patah saat jatuh
aku masih mengulangi datang
menemukan rindu yang hilang

"Kekasihku, aku ingin membawamu pulang."
Read More

MONOLOG PAGI


Ternyata pagi ini begitu sulit aku mereneh rindu. Gerimis lebih dulu singgah di muka pintu, bercumbu dengan embun dan mengunggah gigil di tubuhku.

Sedikit sepi terhidang indah, dari potongan senja kemarin, kuhias di piring dengan sedikit manisan, sembunyikan pahit agar bisa aku telan, menikmatinya dengan geram.

Secangkir kopi di bilik sunyi, aku belajar menggelapkannya dan coba menelaah partikel-partikel kenangan, rindu dan cemburu yang masih menggauli manisnya susu.

Susah aku berkompromi dengan hatimu, selalu tak menentu, kadang kau merayu, kadang kau membisu, hingga berkeping-keping hariku tak kau kunjungi, kau siram penantian ini dengan sakit hati. Kau biarkan aku tenggelam dalam sepi.
Read More

Sunday, November 3, 2019

CATATAN TENTANG KAMU

aku berbicara sendiri
saat hujan menitip kenangan di beranda
mengisi perut malam
belum kenyang dengan rindu di perapian
untuk secangkir kopi berlabuh di mejaku
yang semuanya tentang kamu

mimpi-mimpi berjalan di kamarku
padahal tidur belum berjanji untuk lelap
bahkan kopi ini masih belum kukecap
belum menceritakan nikmat
di dalam sajak-sajak yang kusimpul di sanggul bulan
ketika Tuhan mengurangkan hitam
di rambut kita
dan dosa-dosa semalam yang masih perawan

bahkan
aku masih terkenang
lampu-lampu di jalan yang menggoda mata
hingga kubawa pulang sedikit cahaya
kusematkan di dalam kata-kata
menerangi baris-baris kosong yang gulita
menyuluh kembali waktu-waktu yang hilang di dalam kabut
dan sekujur kamu yang masih indah kusebut
Read More

MEMBUNGKUS REMBULAN

Sudah usaikah luka mencintai hati?
karena ingin kututup sejumlah pintu di sini, akan kuikat semua kenangan dan melepaskannya terbang, pergi kepada langit.

Barangkali di situ nanti aku akan bertemu hujan, pipiku kembali lembap seperti sepuluh tahun genap, memori  itu kembali bisa kulihat, lembut jarimu mengusap.

Di sini juga, sudah kubungkus bulan, di dalam genggam, akan kuserahkan pada matahari, agar terbakar hangus mimpi-mimpi. Tak lagi melayani tidurku, membenih rindu.

Perihal rasa, terlalu rapuh untukku nikmatinya, hatiku yang nipis telah tergores, berdarah, semerah iblis.

Sebentar saja, beberapa detik yang tak sempat kau hitung, setelah seikat kenangan kulepaskan, sepasang kaki ini akan kubebaskan, aku ingin terbang, tapi Tuhan tidak memberiku sayap, lalu ijinkanku melayang dengan senyap.
Read More

PAGI DI MEJA

di pagi yang tiadamu
aku hanyalah kopi
beradu dengan rindu
mengikat aroma wangi
di bibirku yang sunyi

seikat kembang mimpi
warnanya lebih putih dari hati
seperti matahari di kaca
mengintip rahasia kita
di sehelai jurnal
yang kumal

pagi di meja
selalu kutemui puisi
yang belum senja
dan sepi di sepasang mata kita
adalah cabang-cabang rindu
yang belum tumbuh sayapnya
Read More