blog ini merupakan karya sastra yang berisikan kritik sastra, cerpen dan puisi

Wednesday, October 9, 2019

PERCAKAPAN SENJA

Kita tentunya tak harapkan gelegar halilintar hiasi malam ini, tapi bukan berarti kita pencinta sepi tak berujung. Yakinlah setelah air mata kan kau lihat senyuman.
*
Kebahagiaan yang berujung sepi, poros berikan putaran pada roda hingga tertegunlah yang menjadi akhir dari sebuah arti.
**
Jika telah tiba masa itu. Aku tak ingin genderang ditabuh, karena kelak hanya kan undang sekawanan serigala menuju pesta. Hanya inginkan harum mawar penuhi lorong-lorong jiwaku.
*
Mawar mana yang kan hiasi relung jiwamu? Adakah secercah cahaya tuk buat mahkotanya bersinar? Adakah semangkuk telaga yang sanggup buatnya segar? Tolong jangan buatnya menderita..!
**
Akulah sinarnya, dan takkan pernah ia merasa dalam kegelapan, dan mahkotanya kan bersinar bahkan lebih dari sang surya. Akulah telaganya, dan takkan dia me-layu. Takkan kubiarkan dia menderita. Entah harus kubalas dengan apa wangi yang selama ini kunikmati. Seorang Ratu tidak terlahir tapi dibentuk. Kau berhak kenakan mahkotanya, bukan aku! Aku hanyalah karpet merah sang penyambut tamu agung.
*
Tidak! Kau tidak seburuk itu. Kaulah raja yang coba tebar kebahagiaan. Kau datang dengan sinar emas di dadamu, kau pemberi kesegaran lewat untaian kata dari bibirmu. Kau begitu berharga…
**
Sebegitu mulianya anak seorang pengayuh perahu? Kubelum mendengar seorang pemburu menjadi seorang raja. Jika tidak memburu maka dia diburu, itulah ceritanya. Dan aku bukanlah seorang pemburu yang lincah, terkadang aku terluka karena tombakku sendiri.
*
Andai kutahu selimut malam begitu tebal, mungkin kutakkan bermandi kesah. Kutak hanya lemah tapi tak berdaya. Sedingin es membeku aku biru. Malam ini rembulan tak hadir. Sungguh bintang takkan dapat tuk menggantikannya.
**
Kala petang membawa tombak, rembulanpun membunuh malam dengan pesonanya. Takkan jadi mimpi karena kalbu yang berhias mawar. Tapi awas! Jangan terkecoh pesonanya yang memukau, karena mahkota tak tanggung marah sang duri.
**
Aku harap itu bukan mimpi, karena mimpi-mimpiku telah lama tercuri. Kadang kuinginkan rembulan tak hadir tapi menyala. Tak hanya jadi pelengkap tapi tempat berharap. Kapan kan kusaksikan lagi rembulan bersayap?
*
Biru tubuh membuat lebur hatiku. Tak bisa kuberpijak kala kau paksakan dirimu tuk jaga pesonaku, balut luka yang menganga. Saggupkah kau bahagia?
**
Kubahagia bila merahmu menyala. Kubahagia ketika kelopakmu terbuka. Kubahagia saat kau sempurna.
*
Sekawanan burung terbang ke timur. Rembulanpun masih sabit senyumnya. Kuharap dia bawa kabar tentang esok. Kulihat lautan menyala, merpati terpukau, putih warnanya menjadi biru. Aku anak rembulan!
*
Ku tak sadar ketika menari dalam gelap. Kutak sadar posisi ketika utara kujadikan kiblat. Esok, beritakan pada nirwana yang tak bertiang, bahwa di bumi ada anak malang yang tak tahu jalan menuju pulang. Akulah kerbau yang terbuang dari kubangan.
*
Jangan takut dengan kepergian cahaya, mata ini akan menyala sepanjang malam. Kadang kuberfikir sebagai lilin, kuterus menyala maknai kelam dengan cahaya.
*
Ada yang tidak kita ketahui tentang malam, di balik kesunyian ada keramaian yang tak terkira. Ada yang tidak kita ketahui tentang siang, dia tak lebih hanya ketiban benderang. Apalah arti cahaya jika tak dapat menerobos pekat? Apalah arti gulita jika setelahnya masih ada air mata?
*
Awali pagi, mentari menari. Awali hidup tanpa kabut. Tergagap dari mimpi tuk raih esensi. Tak hanya sekedar nilai dan materi, dengan fakta bicaralah apa adanya!
*
Gelap malam serasa mati, tak rasakan sedihnya. Hati yang terbuai membiru sakti, meledak menjilat rasa. Sedang angkasaku bergoyang, bertanya pedih. Dosa keberapakah yang kubuat? Penjaga diri terbahak melihat diri yang lemah ini.
**
Kutawarkan diri sebagai pelita jika gelap kian pekat. Sadarkan diri akan posisi, gejolak tak mesti berombak. Jangan mati rasa, membeku biru hanya kan jemput haru. Tak kuingin ada yang membasahi pipimu.
*
Kutakut bila tetesannya menggenangi hatimu hingga gelisah hanyutkan mimpi. Tolong biarkan gejolak ombang-ambingkan kalbu. Biarkan dia peluk daku, tapi jangan yang kau jadikan lilin sebagai penawarku.
**
Tidak..! sungguh tak kutawarkan lilin sebagai penawar, lilin hanya kan nyalakan sijago merah. Kutawarkan tempat berlindung, tumpahkanlah semuanya di sana. Kusiap menadahnya. Tapi tolong, jika pipimu telah kering, lanjutkan kembali langkahmu!
*
Takkan ada air mata yang kan membasahi pipiku, biarlah mengalir deras dalam hati karena untuk itu kutak pernah ada kekuatan. Yang kubisa hanya mengharu.
**
Pelangi takkan hadir di malam hari, tapi kucoba panggilkan bila itu adalah penawarmu. Kau mawar kecil yang mulai berani curi waktu tuk melihat indahnya mentari. Jejaring mimpi jangan kau tolak jika mata telah mulai lelah.
*
Kehangatan mentari beri warna lain dalam dunia temaramku. Coba kucuri waktu tapi duniaku merenggutnya sedang sang pelangi kecohkan sepiku. Berkawanku dengan arakan awan, tapi mereka permainkanku sedang merpati anggapku lucu…
**
Berbahasa kalbu kubernyanyi, tersesat di alammu aku mau. Kadang kuberfikir tuk jadi mawar, kalahkan anggun melati rayu pagi ikut menari. Merpatimu putih, dia jinak dan bersahabat. Kau hanya belum coba sentuh dia.
*
Jangan..! Kutak ingin kau kecap pahitku. Tetapkanlah hangatkan senyumku. Biarkan kuberceloteh untukmu tapi jangan kau dengar rintihku. Begitu banyak sepiku kau rayu, ku hanya tak mau kau tersapu
**
Biarkan aku yang tersapu, asal jangan kau membisu. Ini perihal biduk karam di tengah, ku mohon jangan tenggelam. Ku kan menjelma ikan-nya Yunus dan membawamu ke tepian. Bangunlah, kau sedang bermpi!
*

0 comments:

Post a Comment