blog ini merupakan karya sastra yang berisikan kritik sastra, cerpen dan puisi

Wednesday, September 25, 2019

SEMATA WAYANG

Oleh : Liza Wahyuninto

“Ma, boneka Vio rusak lagi”.
Hari ini aku mengadu lagi kepada Mama. Sudah seminggu ini aku mengadu dan belum juga ditanggapi oleh Mama. Aku sedih. Apalagi boneka ini adalah pemberian Mama saat ulang tahunku bulan lalu.
“Mama sibuk, Vio”.
Selalu begitu mama menimpaliku. Mamaku memang orang sibuksedunia. Ia bangun pagi-pagi sekali. Jam tiga pagi sudah bangun. Itu sudahmenjadi kebiasaannya, bahkan sejak aku mulai dapat mengingat ia sudah sepertiitu.
Mama pergi ke tempat kerja jauh sebelum aku bangun pagi.Yang aku tahu, saat aku membuka mata semuanya sudah siap, mulai dari sarapan pagi, susu coklat hangat, kaos kaki baru dicuci, sepatu yang akan kenakan hariini, pakaian yang rapi, hingga (maaf) pakaian dalamku juga mama yang menyiapkan.
Katanya mamaku kerja di dinas perhubungan. Aku sendiriseumur ini belum pernah di ajak ke sana. “Mama tidak mau diganggu siapapun kalau di kantor”. Begitu pesannya dulu. Dan aku juga tidak mau tahu da ambilpusing apa kegiatan mama di sana.
Aku sendiri anak pertama dan satu-satunya di keluargaini. Sikapku sebenarnya tidak manja, hanya saja dimanjakan oleh keadaan. Akukuat, aku mampu seperti anak biasanya, tapi aku juga tahu bagaimana harus menjadi anak semata wayang. Ya, harus jadi anak baik, penurut, dan tidak boleh mengecewakan orang tua.
Sebenarnya dulu aku punya saudara. Laki-laki. Tapi, dia meninggal saat aku baru dapat mengucapkan kata “Adik”. Jadi, sampai sekarang tinggal aku sendiri anak papa dan mamaku di rumah ini. Ya sebagai sulung, juga sebagai ragil.
Aku jarang sekali berkomunikasi dengan mama akhir-akhir ini. Seperti tahun-tahun sebelumnya, Desember menjadi bulan yang akan menyita waktu mama. Terutama untuk diriku. Aku kadang kangen sama mama, meskipun hanyadia mendengar aku bercerita di kamarnya. Aku biasanya menyerobot masuk ke kamar mama. Sekalipun mama tengah sibuk dengan kaca mata minusnya dengan tumpukankertas laporan, aku akan menghampirinya dan langsung bersandar di pundaknya atau tidur di pangkuannya. Nah, kalau sudah seperti itu, mama pasti akanmemerhatikan bidadari kecilnya ini dan mendengarkan semua ceritaku.
Mamaku pandai menghargai orang. Dia tidak akan memotongpembicaraan orang yang tengah bertutur kepadanya, sampai orang tersebut selesaiatau meminta mama untuk menanggapinya. Dan mama belum pernah memarahi aku. Ataumungkin aku lupa, tapi sejak aku dapat mengingat jelas apa-apa yang menjadikebersamaanku dengan mama, mama tidak pernah melontarkan perkataan keras ataumenyinggungku. Apalagi menampar dan mengurungku di kamar mandi, itu tidakpernah ia lakukan.
Mamaku cantik. Cantik sekali. Aku saja sebenarnya tidakcantik-cantik banget, tapi kata mama, aku mirip dirinya waktu masih muda dulu. Namun,sayangnya papa tidak dapat melihat kecantikan mama terus berubah. Papa sudah limatahun tidak pulang ke Indonesia. Papa kerja di Australia.
Tapi aku masih dapat melihat sinar kecantikan itu tetapmembekas di wajah mama. Padahal mama tidak melakukan perawatan-perawatan khususbagi muka dan kulitnya, seperti setiap bulan ke salon atau ke SPA. Mama merawatsendiri dirinya. Kata mama suatu ketika, “Perempuan itu harus bisa merawatdirinya, kalau tidak dia tidak akan dapat menghargai pribadinya sendiri”.
Aku juga pandai merawat diriku. Aku mandi sendiri,memilih alat-alat kosmetik sendiri dan kemana-mana juga sendiri. Tapi, untukurusan dapur dan rumah, aku masih mengandalkan mama dan bi Inem. Hehe… Aku kananak semata wayang.
Aku kangen sekali sama papa. Meski mama dapat menjadipribadi dua orang dalam hidupku, tapi mama tidak benar-benar dapat menggantikanperan papa dalam hidupku. Aku kangen sosok papa yang terus menuturiku. Akukangen seorang papa yang malam membacakan dongeng-dongeng bersahaja kepadaku.Dan aku kangen seorang papa yang SIAGA, siap antar dan jagain aku kemanapun akupergi.
Papa tidak sesibuk mama. Kerja papa hanya di bisniskecil. Gajinya juga tidak sebanding dengan besarnya gaji mama. Mungkin itulahyang membuat papa kecil hati dan ngotot dua tahun yang lalu untuk pergi keAustralia. Mama sebenarnya melarang. Mama benar-benar tidak mempermasalahkanpekerjaan papa, gaji papa, atau bagaimana cara papa membesarkan aku danmenghidupi kami sekeluarga. Bagi mama, kasih saying itu lebih sempurna darisemua harta yang kami miliki saat ini.
Papa sebenarnta sangat membanggakan. Meski pekerjaan paparendahan, tapi tidak dengan jiwa dan kemampuannya. Papa pandai sekali memasak.Mama saja terkagum-kagum dengan kelezatan masakan papa. Apalagi aku yang tidakbisa apa-apa, menggoreng saja tutup mata takut kena cipratan minyak panas.
Papa orangnya telaten, mengurus aku, menemaniku kemanapergi, dan yang paling kusuka yaitu saat menemaniku membeli buku. Papa orangnyapintar memilih. Dan papa selalu memilihkanku bahan bacaan yang sangat pentinguntuk aku tahu. Tapi diam-diam aku suka novel. Aku ingin suatu saat sepertipapa. Pandai bercerita. Dan aku akan menjadi bidadari malam seperti dalamdongengnya papa, yang mengantar seluruh anak di dunia untuk tidur dengancerita-cerita indahnya. Ah papa, aku sangat merindukanmu.
Terakhir ayah berkabar bahwa dirinya akan pulang tahundepan. Dia mengirimiku selembar kartu pos yang tertulis di sana keberadaan ayah. Melbourne. Papa menulis di situ mewakili isi hatinya bahwa papa rindu akudan mama. Aku menangis membacanya. Mama hanya diam lalu masuk ke kamarnya waktuitu. Aku bisa memastikan mama juga menangis di balik kaca matanya. Hanya sajamama ingin selalu tampak kuat di depanku.
Pernah kubujuk mama untuk pergi ke Australia. Ke tempat papa. Mama menolak. Sibukurusan kerjalah, tidak ada waktu dan lain lah alasannya. Tapi, mama begituantusias apabila bercerita sosok papa. Apalagi saat papa masih muda dan saatmereka masih berpacaran. “Papamu itu manusia unik. Jarang ada laki-laki sepertidia. Matanya itu penuh saying dan cinta. Mama merasa seperti di dunia lainsaat-saat bersamanya. Tapi papamu memang orang baik. Bahkan sejak berpacaran hingga saat ini papamu nggak pernah menunjukkan sikap kecewa dan mengecewakanmama”, kata mama suatu ketika.
Mamajuga pernah mengatakan kalau wajahku itu mirip papa. Ya, mungkin teori genitasyang mengatakan bahwa anak perempuan pasti menyifati wajah bapaknya, dan jugasebaliknya. Tapi aku cantik, secantik mama.
***
“Ma,bonekaku rusak lagi!”
Akuterbangun. Dan kudapati anakku ada di sebelahku sembari menyodorkan bonekabarbienya yang rusak. Aku lupa sudah seminggu ini ia merengek kepadaku agar akumemperbaikinya. Kemana saja aku seminggu ini, sehingga anakku saja tidak lagi kuperhatikan.

0 comments:

Post a Comment